Ilustrasi. Handie talkie (HT). Foto - Pixabay
MEDIAKITA.CO.ID – Ditengah masifnya kemajuan teknologi, bagi segelintir orang perangkat Handie Talkie (HT) tetap menjadi pilihan untuk keperluan komunikasi dengan cakupan tertentu. Dengan memanfaatkan gelombang radio, HT dianggap efektif dalam memberikan instruksi maupun koordinasi antar dua orang atau lebih.
Meskipun tetap eksis hingga saat ini, rupanya tak banyak yang tahu bahwa penggunaan HT diharuskan mengantongi izin khusus. Aturan yang wajib dipenuhi setiap pemilik atau pengguna HT ialah izin amatir radio atau sertifikat.
Izin tersebut bisa didapat melalui serangkaian ujian dengan beragam materi yang harus mampu dijawab setiap peserta. Terutama terkait tata cara alias teknis penggunaan yang mesti dipahami betul oleh masing-masing peserta.
“Sesuai aturan yang berlaku memang harus mengantongi izin atau sertifikasi,” ungkap Kasubbag TU pada Kementerian Komunikasi dan Informatika Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Banjarmasin, Ahmad Sanusi, S.E., M.M., kepada jurnalis Mediakita.co.id, Kamis (3/2/22).
Kasubbag TU Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Banjarmasin, Ahmad Sanusi. Foto - Hans
Sanusi menerangkan, setiap calon peserta yang hendak mengikuti ujian bisa terlebih dahulu mendaftarkan diri secara online. Lazimnya, kata dia, pihak Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Banjarmasin selalu membuka pendaftaran setiap satu bulan sekali.
Selain kategori reguler tadi, sesi ujian sertifikasi juga dibuka untuk kelas non-reguler yang dilaksankan pada kabupaten/kota di Kalimantan Selatan.
Adapun biaya pendaftaran yang harus dipenuhi peserta ditentukan sesuai jenjang sertifikat yang akan diambil. Misalnya, untuk tingkat siaga (YG) sebesar Rp 50 ribu, tingkat penggalang (YC) Rp 75 ribu, serta Rp 100 ribu khusus untuk bravo alias YB.
“Masa berlaku lima tahun, untuk perpanjangan langsung mengajukan saja,” tambahnya.
Kemudian terkait sanksi bagi yang belum mengantongi izin, jelas Sanusi, dapat diganjar hukuman administratif berupa teguran. Namun, selanjutnya jika masih melanggar bisa terancam jerat pidana berdasarkan UU 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Selain izin penggunaan HT, setiap masyarakat yang berkomunikasi melalui gelombang radio juga diwajibkan mendapat izin penggunaan frekuensi. Sejauh ini, akses frekuensi dapat digolongkan dalam tiga klasifikasi.
Pertama, dapat memanfaatkan frekuensi pada band amatir radio yang dinaungi Organisasi Amatir Radio Republik Indonesia (ORARI). Lalu, ada juga yang memanfaatkan frekuensi komunikasi antar penduduk yang diwadahi RAPI alias Radio Antar Penduduk Indonesia.
Terakhir, bisa mengakses frekuensi khusus dengan izin yang khusus pula atau disebut radio konsesi. Untuk mendapatkan akses itu, setiap yayasan atau organisasi harus mengurus Izin Stasiun Radio (ISR) dengan kewajiban membayar biaya hak pengguna frekuensi per tahun.
“Untuk izin ini mereka memiliki hak untuk dilindungi apabila sewaktup-waktu terjadi gangguan atau trouble pada frekuensi yang mereka akses,” terang Sanusi.
Berdasarkan informasi Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio Banjarmasin, dalam setahun mereka mampu mencetak sedikitnya 500 pengguna atau pemanfaat jaringan frekuensi yang mengantongi sertifikasi. Angka itu merupakan akumulasi dari pelaksanaan ujian, baik secara reguler maupun non-reguler.
“Pada intinya kami terus berupaya meningkatkan atau mendorong masyarakat agar mematuhi aturan terkait pemanfaatan jaringan frekuensi,” tuntasnya. (hns)