Pencarian

Tak Hanya di Polda, Kasus Pembongkaran Pagar di Goa Lowo Kotabaru akan Dilaporkan ke Mabes Polri


Tak hanya di Polda, gabungan advokat juga berencana menyeret kasus ini ke Mabes Polri. Foto - Istimewa

MEDIAKITA.CO.ID – Polemik pembongkaran pagar di kawasan objek wisata Goa Lowo, Desa Tegalrejo, Kecamatan Kelumpang Hilir, Kabupaten Kotabaru kini berlanjut. Pasalnya, masyarakat yang mengklaim sebagai ahli waris menyeret permasalahan tersebut ke ranah hukum.

Bersama LBH LEKEM Kalimantan dan LBH PAHAM, dua ahli waris yakni Abdul Azis dan Nurul Huda melayangkan laporan ke Propam Polda Kalsel, pada Senin (9/5/22) kemarin. Proses pelaporan berjalan hampir beberapa jam, pihak pelapor pun turut dimintai keterangan terutama ihwal duduk perkara polemik yang terjadi.

Gejolak ini bermula tatkal puluhan anggota Polres Kotabaru justru diduga membongkar paksa pagar yang mereka bangun sebagai tanda pembatas. Informasi didapat, pembongkaran dilakukan dengan dalih untuk membuka akses jalan di kawasan itu. Atas aksi itu pun, para ahli waris merasa telah dizalimi, pasalnya mereka merasa telah memiliki hak atas lahan tersebut sejak puluhan tahun silam.

“Pagar tersebut diduga telah dibongkar oleh puluhan anggota Polres Kotabaru yang terindikasi di komandoi oleh Kasat Reskrim Polres Kotabaru,” ujar Kuasa Hukum dari LBH LEKEM Kalimantan, Aspihani Ideris kepada Mediakita.co.id, Rabu (11/5/22).


Gandeng gabungan advokat, ahli waris yang mengklaim mempunyai hak atas lahan di kawasan Goa Lowo Kotabaru laporkan kasus dugaan pembongkaran pagar secara paksa ke Propam Polda Kalsel. Foto - Istimewa

Asphiani bilang, sejak pembongkaran itu pula ahli waris tak berani pulang ke kediaman mereka di sekitar objek wisata tersebut. Alasannya ialah untuk menghindari adanya intervensi dari pihak tertentu yang mendesak segera menekan BAP pembukaan jalan.

Lebih lanjut, Aspihani menjelaskan pembongkaran pagar itu terjadi di atas lahan yang bersengketa dan masih dalam proses hukum secara perdata.

“Insya Allah pengaduan dengan Nomor: SPSP2/08/V/2022/SUBBAGYANDUAN ini kami proses secepatnya,”  katanya saat menirukan ucapan seorang petugas yang menerima laporan tersebut.

Sementara itu, kuasa hukum lainnya menambahkan bahwa pihaknya bersama ahli waris akan menggelar aksi demonstrasi di Polda Kalsel dalam beberapa waktu ke depan. Hal itu, kata Dia sebagai bentuk pengawalan agar laporan pihak benar-benar diproses oleh aparat sesuai dengan hukum yang berlaku.

Tak itu saja, selaku kuasa hukum atas surat dengan Nomor: 550/B/LBH-LK/V/2022 di LBH LEKEM KALIMANTAN, mereka juga berencana melayangkan laporan serupa ke tingkat pusat yakni di Propam Mabes Polri.

“Karena kami berharap pengaduan kami ini jangan sampai tersimpan di dalam box laci meja saja, kita ingin melihat bahwa hukum di Indonesia ini masih bisa ditegakkan tanpa pandang bulu, guna mendorongnya kami juga akan melaksanakan demo nantinya di Jakarta (red Mabes Polri),” ucap  pengacara jebolan P3HI angkatan ke II, M Hafidz Halim.

Asal tahu saja, pada Jumat (6/5/22) pekan lalu, puluhan personel turun ke lokasi yang menjadi sengketa antara masyarakat dan pengelola wisata Goa Lowo. Menyusul sebagian area kawasan telah ditutup dengan pagar kawat sehingga sontak menjadi perhatian masyarakat.

Polisi mengklaim kehadiran mereka di kawasan itu tak lebih untuk meredam tensi panas yang terjadi pasca adanya penutupan akses jalan obyek wisata Goa Lowo secara sepihak oleh Nurul Huda. Sebab, dari hasil penelusuran diketahui lahan tersebut masuk dalam tanah restan atau pencadangan alias hak milik negara, dan dikelola oleh pihak yang hanya diberikan kuasa.

Akan tetapi, versi dari Nurul Huda ia bersikukuh bahwa orang tua mereka merupakan warga transmigrasi dari tahun 1982 angkatan ke-2 dan saat itu lokasi Goa Lowo masih hutan belantara. Terkait pembukaan jalan yang diberi pagar kawat alias diblokir, pihaknya meminta waktu untuk berkoordinasi dengan kuasa hukum.

“Jika jalan tersebut dibuka, kami minta pembagian hasil sebanyak 50% dari penjualan tiket masuk obyek wisata tersebut, dan jika dilakukan pembebasan lahan maka kami minta ganti rugi sebesar Rp 500 juta,” ujar Nurul Huda. (tim)