Pencarian

Tarif Listrik dan Pertalite Naik? Siap-siap Inflasi di Depan Mata


Kementerian ESDM beri sinyal kenaikan komoditas energi bersubsidi, salah satunya tarif listrik. Foto - Net

MEDIAKITA.CO.ID – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberi sinyal kenaikan beberapa komoditas energi bersubsidi seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertalite, Solar, LPG 3 kg, dan tarif listrik.

Wacana itu pun mendapat respon dari berbagai pihak. Pengamat ekonomi atau ekonom juga bereaksi dengan memperingatkan agar pemerintah tidak gegabah mengambil tindakan tersebut karena dampaknya berbahaya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov mengatakan kenaikan beberapa komoditas energi tersebut akan berdampak besar terutama ke masyarakat kalangan bawah. Kebijakan itu diperkirakan bisa mendorong naik inflasi di atas target pemerintah yang berkisar 2 sampai 4 persen.

"Pasti itu akan mendorong terjadinya inflasi di atas 4 persen kalau sampai kebutuhan tadi terutama yang dikonsumsi masyarakat kalangan bawah juga ikut-ikutan naik," ungkapnya dikutip dari laman indef.or.id, Senin (18/4/22).


Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov. Foto - Indef.or.id

Tak hanya itu, kenaikan harga komoditas energi bersubsidi juga diperkirakan akan memberi efek domino yang besar kepada harga barang lain. Contoh jika terjadi kenaikan tarif listrik pelanggan industri, otomatis berdampak ke biaya produksi.

"Jadi masyarakat atau konsumen itu bisa menghadapi dua tekanan sekaligus yaitu inflasi dari rumah tangga dan dari sisi produsen itu akan merembet juga ke kenaikan harga barang yang lain," tekannya.

Seperti diketahui bahwa kebutuhan energi merupakan pengeluaran tetap (fixed cost) bagi masyarakat yang sulit dikurangi. Di sisi lain penghasilan yang tak banyak mengalami perubahan, masyarakat secara akan tertekan dan mau tak mau harus mengorbankan kebutuhan lain.

Kondisi itu pun diperkirakan dapat berdampak parah dengan menggagalkan target pemerintah untuk membuat ekonomi pulih dengan pertumbuhan 5 persen.

"Karena kita tahu ekonomi Indonesia 55% ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Ketika konsumsi rumah tangganya tertekan, otomatis target pemerintah untuk recovery di tahun ini juga bisa gagal," tuntasnya. (tim)