Pencarian

Terungkap Dalam Sidang, Abdul Wahid Ternyata Punya Kode Khusus


Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek irigasi yang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banjarmasin, Rabu (19/1/22). Foto - Hans

MEDIAKITA.CO.ID – Sebuah kode atau sebutan khusus yang disematkan untuk Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif, Abdul Wahid rupanya telah menjadi rahasia umum bagi segelintir jajaran pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) hingga rekanan kontraktor yang kerap mengikuti lelang pekerjaan.

Fakta ini terungkap dalam persidangan lanjutan perkara dugaan korupsi proyek irigasi yang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banjarmasin, Rabu (19/1/22).

Dalam keterangannya sebagai saksi sekaligus terdakwa, Marhaini membeberkan bahwa terdapat kode atau sebutan khusus yang disematkan kepada Abdul Wahid. Kode itu turut tertulis dalam catatan rincian terkait pemberian biaya komitmen.

“Saya melihat catatan setelah malam OTT itu Pak. Kode A1 kata Pak Marwoto adalah Bupati Abdul Wahid,” kata Direktur CV Hanamas ini saat menjawab pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi.

Marwoto sendiri diketahui merupakan seorang penjabat kepala seksi (Kasi) pada bidang Bina Marga Dinas PUPRP HSU. Menurut Marhaini, Marwoto juga kerap menangani terkait biaya komitmen terhadap rekanan kontaktor yang hendak mengikuti lelang pekerjaan pada bidang bersangkutan.


Direktur CV Hanamas, Marhaini saat memberikan keterangan secara daring. Foto - Hans

Lebih jauh, Marhani mengungkapkan, sebelum memenangi lelang proyek DIR Kakayah dirinya sempat mendapat panggilan dari Plt Dinas PUPRP, Maliki. Saat pertemuan itu, ia datang bersama dengan Direktur Kalpataru, Fachriadi.

Di sana, mereka berdua diberitahu ihwal proyek pekerjaan. Namun, dengan dengan catatan apabila ingin mengikuti lelang mereka harus bersedia membayarkan biaya komitmen sebesar 15 persen.

Lalu, pada pertemuan selanjutnya dengan Maliki, mereka berdua kemudian diperlihatkan daftar paket tender (floating, red). Khusus dirinya, Marhaini mengaku menerima pekerjaan yang bersumber dari APBD melalui Dana Alokasi Khusus atau DAK dengan total pagu anggaran sebesar Rp 2 miliar.

Karena belum ada nilai penawaran, sambungnya, besaran biaya komitmen dihitung berdasarkan nilai pagu. Sehingga, total uang yang harus diserahkan kepada Maliki mencapai Rp 300 juta.

“Karena menyepakati 15 persen, saya diberikan bocoran lebih dulu agar bisa mempersiapkan lebih awal,” ujar pria yang juga merupakan Ketua Gapensi HSU ini.

Marhaini melanjutkan, setelah melengkapi berbagai persyaratan, dirinya pun keluar sebagai pemenang lelang DIR Kakayah. Pemenang lelang itu diumumkan pada 31 Mei 2021, dengan total nilai pekerjaan Rp 1.971.578.000.

Kemudian, pada 30 Juni 2021, pria yang telah bergelut di bidang konstruksi puluhan tahun ini menyatakan bahwa uang muka untuk pekerjaan itu telah bisa dicairkan. Besarannya sekitar Rp 526.949.297. Dari total uang muka itu, dirinya kemudian menyerahkan Rp 125 juta sebagai biaya komitmen.

“Dari uang ini saya serahkan Rp 125 juta. Saya ditemui saudara Mujib Riyanto, Dia biasa dipercaya untuk mengambil uang kepada rekanan. Setelah saya serahkan, saya tidak tahu lagi,” tuturnya.

Lalu, saat pencairan termin pertama sekitar awal September 2021, Marhaini kembali menerima uang Rp 600 juta sekian. Tak lama dirinya mendapat telepon dari Mujib Riyanto yang menyampaikan pesan dari Maliki.

“Katanya Pak Maliki ngambil sisa uang yang kemarin. Karena saya sudah Rp 125 juta, jadi saya serahkan Rp 175 juta. Malam hari saya dijemput KPK, penyerahan itu berlangsung siang sekitar jam 1. Dia (Mujib) ngambil uang ke rumah saya di Jalan Abdul Hamidan,” jelas Marhaini.

Sementara itu, sesaat sebelum persidangan resmi ditutup, Ketua Majelis Hakim menyatakan sidang akan kembali dilanjutkan pada Rabu 26 Januari 2022. Sidang lanjut tersebut beragendakan pembacaan tuntutan dari JPU.

“Pembacaan tuntutan Rabu 26 Januari 2022,” ucap Ketua Majelis Hakim seraya mengetuk palu sebagai tanda persidangan ditutup. (hns)