Sebanyak 17 perkara dibacakan dalam sidang putusan di ruang sidang DKPP. Foto - dkpp.go.id
MEDIAKITA.CO.ID – Arief Budiman resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), dalam sidang putusan yang digelar oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Sanksi pemberhentian ini masih berkaitan dengan kasus pemberhentian komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik, yang dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara pencalonan Anggota Legislatif Partai Gerindra, pada pertengahan Maret 2020 lalu.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir, dan pemberhentian dari jabatan Ketua KPU kepada teradu Arief Budiman selaku Ketua KPU sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Muhammad dilansir mediakita.co.id dari kanal youtube resmi DKPP RI, Rabu (13/1/21).
Perkara dengan nomor 123-PKE-DKPP/X/2020 itu merupakan aduan seorang warga bernama Jupri terkait pendampingan yang diberikan Arief terhadap anggota KPU nonaktif saat itu, Evi Novida Ginting yang telah dicopot DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Pengadu juga membuktikan Arief sebagai teradu telah membuat keputusan yang diduga melampaui kewenangannya, yakni dengan menerbitkan surat KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII 2020 tanggal 18 Agustus 2020.
Surat tersebut merupakan dasar KPU untuk menonaktifkan kembali Evi Novida sebagai anggota KPU, usai PTUN mengabulkan gugatannya dan Presiden Joko Widodo mencabut Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian Evi.
Menurut Anggota DKPP Ida Budhiarti dalam persidangan, Arief Budiman tidak memenuhi dasar hukum untuk memerintahkan Evi Novida kembali sebagai anggota KPU RI.
“Karena menurut hukum dan etika Evi Novida Ginting Manik tidak lagi memenuhi syarat sebagai penyelenggara pemilu, setelah diberhentikan secara tidak hormat berdasarkan putusan DKPP Nomor 317 dan seterusnya," jelas Ida.
Di samping memberhentikan Arief Budiman sebagai Ketua KPU, DKPP juga memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan paling lambat 7 hari sejak putusan dibacakan. Serta memerintahkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk mengawal pelaksanaan putusan tersebut.
Dikutip mediakita.co.id dari laman resmi DKPP (dkpp.go.id), menurut Arief kehadirannya di PTUN Jakarta pada 17 April 2020 bukan dalam rangka mendampingi Evi Novida Ginting untuk mendaftarkan gugatan.
Dalam pembelaannya, Arief membantah dalil yang disebutkan Jupri. Ia mengklaim hanya memberikan moril kepada Evi sebagai sesama kolega yang sudah bekerja sama selama beberapa tahun sebagai pimpinan KPU RI, di mana dukungan moril itu didasarkan pada rasa kemanusiaan semata.
Ia mengakui, tak ada tendensi keberpihakan dari dirinya saat mendampingi Evi mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
“Teradu datang hanya untuk memberikan dukungan moril dan sebagai rasa simpati dan empati kepada yang bersangkutan, dan tidak ada sedikitpun maksud dari Teradu untuk menyalahgunakan tugas, jabatan dan kewenangan Teradu dengan kehadiran Teradu di Pengadilan TUN Jakarta,” jelas Arief.
Terkait dalil tentang KPU RI Nomor 665/SDM.13.SD/05/KPU/VIII/2020 tanggal 18 Agustus 2020, Arief menyebut bahwa surat tersebut bukan merupakan keputusan untuk mengaktifkan kembali Evi Novida Ginting Manik sebagai anggota KPU RI Periode 2017-2020.
Namun lanjutnya, diaktifkannya kembali Evi sebagai anggota KPU RI Periode 2017-2020 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 83/P Tahun 2020 tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor: 34/P Tahun 2020 tanggal 11 Agustus 2020. (tim)