Pencarian

Tolak Vaksin Sinovac, Sanksi Pidana Kurungan Penjara Menanti

Ilustrasi vaksinasi Covid-19. Foto - Pixabay

MEDIAKITA.CO.ID – Masyarakat yang menolak divaksinasi Covid-19 dapat dijatuhi hukuman pidana paling lama 1 tahun penjara. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Edward Hiariej.

Edward menyatakan, vaksinasi Covid-19 merupakan bagian dari kewajiban seluruh warga negara untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.

“Ketika pertanyaan apakah ada sanksi atau tidak, secara tegas saya mengatakan ada sanksi itu. Mengapa sanksi harus ada? Karena tadi dikatakan, ini merupakan suatu kewajiban," kata Wamenkumham dalam webinar yang disiarkan akun YouTube PB IDI, Sabtu (9/1/21) lalu.

Ketentuan pidana bagi penolak vaksinasi, lanjut Edward, telah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 93 UU tersebut menyatakan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat, bisa dipidana dengan penjara paling lama satu tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta.

Sementara itu, pada pasal 9 UU yang sama, disebutkan bahwa setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan ikut serta dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan.

"Jadi ketika kita menyatakan bahwa vaksin ini adalah suatu kewajiban maka secara mutatis mutandis jika ada warga negara yang tidak mau divaksin maka bisa dikenakan sanksi, bisa berupa denda, bisa berupa penjara, bisa juga kedua-duanya," ujar Edward.

Edward menjelaskan, sanksi serupa juga berlaku bagi perbuatan lain yang tidak sesuai kekarantinaan kesehatan seperti tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak.

Akan tetapi, Edward menegaskan, sanksi pidana tersebut bersifat sebagai pilihan terakhir ketika sarana hukum lainnya tidak berfungsi. Menurut Edward, jika masyarakat sudah memahami pentingnya vaksinasi Covid-19 bagi kesehatan, upaya paksa dengan menjatuhkan sanksi pidana tidak perlu lagi dilaksanakan.

"Sedapat mungkin sanksi itu adalah jalan terakhir. Apa yang harus diutamakan, bersifat persuasif dan lebih diutamakan lagi adalah sosialisasi dari teman-teman tenaga kesehatan," kata Edward.

Kadiv Pelayanan Hukum dan HAM Kanwil Kalsel, Ngatirah. Foto - hns

Menanggapi kebijakan tersebut, Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kemenkumham Kalsel, melalui Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, Ngatirah mengaku siap menjalankan seluruh instruksi dari Kemenkumham RI.

“Kemenkumham tentunya sudah memberikan statement (pernyataan) yang mendorong kegiatan-kegiatan pemerintah. Tentunya sebagai perpanjangan tangan dari Kemenkumham, kita akan mentaati keputusan itu,” jelas Ngatirah saat ditemui Jurnalis Mediakita.co.id di ruang kerjanya, Selasa (12/1/21) pagi.

Oleh karena itu, sambungnya, sebagai masyarakat yang taat hukum, wajib untuk mematuhi segala aturan dan ketentuan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Karena hukum itu dibuat pasti ada pengaturannya, ada efek-efeknya, yang pasti itu sudah penuh dengan pertimbangan,” terang Ngatirah.

Ia juga meminta kepada masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya Kota Banjarmasin untuk mematuhi aturan yang berlaku terkait kebijakan vaksinasi Covid-19.

“Marilah kita taati aturan pemerintah yang berlaku, dengan begitu Insyaallah kesehatan seluruh masyarakat akan berjalan baik dan terjamin,” tutupnya.

Diketahui, Vaksin Sinovac telah mendapat restu BPOM untuk digunakan secara darurat, dengan tingkat efikasi 65,3 persen. Selain itu, MUI juga telah menerbitkan fatwa halal terhadap vaksin asal negeri tirai bambu itu.

Rencananya rangkaian vaksinasi akan dimulai oleh pemerintah pada esok, Rabu (13/1/21). Presiden Joko Widodo akan menjadi orang Indonesia pertama yang divaksin Covid-19 Sinovac. (hns)