Pencarian

Cagub Denny Indrayana Blak-blakan, Sebut Harga Buzzer di Kalsel Capai Rp 1 Miliar

Calon Gubernur Kalsel pada Pilkada serentak 2020, Denny Indrayana blak-blakan soal biaya sewa jasa buzzer di tanah Banua. Foto - Instagram @dennyindrayana99

MEDIAKITA.CO.ID – Calon Gubernur (Cagub) Kalimantan Selatan pada Pilkada serentak 2020, Denny Indrayana blak-blakan soal biaya yang harus dikeluarkan ketika ingin memakai jasa buzzer (pendengung, red) di tanah Banua.

Denny menyebutkan dari kabar yang pernah diterima, salah satu Cagub yang berlaga pada kontestasi Pilkada 2015 rela merogoh kocek hingga Rp500 miliar untuk keseluruhan biaya kampanye, termasuk di dalamnya dana untuk meminjam jasa para buzzer.

“Sumber lainnya menyebut sampai Rp600 miliar, relasinya menyebut Rp800 miliar. Sebagiannya diduga digunakan untuk buzzer,” ucapnya saat menjadi narasumber dalam diskusi Demokrasi dalam Cengkeraman Oligarki seperti dikutip dari tayangan zoom meeting, Minggu (2/5/21).

Guru Besar Hukum Tata Negara itu juga mengaku pernah mendapat tawaran untuk memakai jasa buzzer saat bertarung pada Pilkada 2020. Untuk harga sendiri, sambungnya, bervariasi mulai yang paling tinggi mencapai Rp1 miliar dan paling murah berkisar Rp600 juta.

“Tawaran paling murah Rp600 juta hanya untuk buzzer dengan cuma 20 orang,” beber Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia periode 2011-2014.

Seperti yang diketahui bersama, ujar Denny, penggunaan buzzer selalu identik dengan politik, terutama jelang perhelatan pesta demokrasi. Kerap kali buzzer bergerak di ranah dunia maya dengan akun media sosial bersifat anonim yang mengumbar fakta dan data dengan framing yang mengarah pada kampanye negatif bahkan hitam (black campaign).

Meski begitu, menurutnya, kehadiran buzzer hanya salah satu dari sekian tantangan yang harus dihadapi selama mengikuti Pilkada 2020. Lantaran, fakta di lapangan banyak ditemukan laporan perihal pembagian sembako yang dikemas dengan berbagai cara hingga pembagian uang saat mendekati hari pencoblosan.

“Ada penggunaan RT digaji Rp 2,5 juta, kepala desa dan lurah digaji Rp 5 juta. Itu semua sudah menjadi rahasia umum,” demikian kata pendiri Integrity Law Firm.

Belakangan ini kemunculan buzzer memang selalu menjadi perbincangan hangat di kalangan publik tanah air. Aktivitas buzzer yang identik dengan media sosial kini dianggap negatif karena kerap menyebarkan narasi adu domba, fitnah, kebencian demi mendapatkan keuntungan.

Bahkan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa bahwa segala aktivitas buzzer yang bertujuan negatif dengan menyebarkan informasi berita bohong dan fitnah demi mendapatkan keuntungan hukumnya haram. Keputusan itu termuat dalam Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah Melalui Medsos.

"Aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram," ujar Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh, sebagai dilansir dari laman resmi mui.or.id, pada Jumat (12/2/2021) lalu.

Untuk diketahui, selain para buzzer, fatwa MUI tersebut juga diberlakukan bagi seluruh penyedia jasa maupun orang yang memfasilitasi segala aktivitas memproduksi atau menyebarkan konten yang bertujuan untuk membenarkan yang salah dan sebaliknya. (tim)