Pencarian

Ketum BPP HIPMI Mardani H Maming Diperiksa KPK, Ternyata Terkait Kasus Ini


Ketum BPP HIPMI diperiksa KPK terkait dugaan kasus korupsi pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Foto - Istimewa

MEDIAKITA.CO.ID – Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Bendum PBNU), Mardani H Maming kembali berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kehadirannya di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, pada Kamis (2/6/22) kemarin, rupanya berkaitan dengan dugaan kasus korupsi pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tengah diusut lembaga antirasuah tersebut.

Dalam rilis resmi, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri membenarkan adanya permintaan klarifikasi oleh tim penyelidik kepada Ketua DPD PDIP Kalimantan Selatan (Kalsel) tersebut. Namun, Ali mengaku belum bisa membeberkan materi pemeriksaan karena kasus ini masih di tahap penyelidikan.

“Ada permintaan keterangan dan klarifikasi yang bersangkutan oleh tim penyidik,” ujar Ali Fikri, Kamis (2/6/22) kemarin.

Mardani yang juga merupakan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) itu menjalani pemeriksaan hampir sekitar 12 jam. Saat keluar dari ruang pemeriksaan, dirinya tak banyak bicara perihal permintaan keterangan dari penyidik KPK.

Namun, ia sempat menyinggung nama ‘raja batu bara’ di Kalimantan Selatan, Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam.

"Saya hadir di sini sebagai pemeriksaan pemberi informasi penyelidikan, tapi intinya saya di sini karena permasalahan saya dengan Haji Syamsuddin atau Haji Isam pemilik Jhonlin Group," kata Mardani di lobi Gedung KPK.

Diketahui, nama Mardani Maming santer dikaitkan dengan kasus suap izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel dengan terdakwa mantan Kadis Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo.

Kasus ini berawal dari pengalihan IUP PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) pada 2011, saat Mardani H Maming menjabat sebagai bupati. Kejaksaan Agung telah menetapkan eks Kepala Dinas Energi dan Pertambangan Kabupaten Tanah Bumbu Dwidjono Putro Hadi Sutopo sebagai tersangka.

Kejaksaan menilai pengalihan itu menyalahi Undang-Undang Minerba karena IUP tak boleh dialihkan. Dwidjono dituding menerima uang sebesar Rp 10 miliar dari Direktur Utama PT PCN Henry Soetio.

Dwidjono membantah tudingan jaksa itu dengan menyatakan bahwa dana sebesar Rp 10 miliar itu merupakan hutang yang telah dia selesaikan kepada Henry. Dia justru menuding Mardani sebagai aktor di balik pengalihan tersebut.

Dalam persidangan di Gedung PHI – Tipikor PN Banjarmasin beberapa waktu lalu, Dwidjono sempat mengaku diperkenalkan kepada Henry oleh Mardani. Dia pun mengaku sempat tak mau memproses pengalihan IUP itu karena tahu hal itu melanggar undang-undang.

Dwidjono menyatakan mendapatkan tekanan untuk menandatangani surat keputusan pengalihan IUP yang sudah ditandatangani oleh Mardani terlebih dahulu tersebut.

Kuasa hukum Dwidjono pun sempat mengirim surat kepada KPK terkait keterlibatan Mardani. Melalui surat itu mereka menyebutkan adanya aliran dana dari PT PCN kepada dua perusahaan yang berafiliasi dengan PT Batulicin 69, perusahaan milik keluarga Mardani.

Kesaksian serupa juga datang Adik dari Henry, Christian Soetio. Ia mengakui adanya aliran dana dari PT PCN kepada PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP), dua perusahaan yang terafiliasi dengan PT Batulicin 69, sebesar Rp 89 miliar.

Namun, Mardani membantah keterangan Dwidjono dan Christian itu. Melalui pengacaranya, ia menyatakan bahwa SK pengalihan IUP itu terlebih dahulu ditandatangani oleh Dwidjono. Mardani, menurut pengacaranya, tak mengetahui jika pengalihan IUP tersebut melanggar undang-undang.

Selain itu juga membantah adanya aliran dana terkait dengan pengalihan IUP. Menurutnya, aliran dana itu merupakan bagian dari pendapatan dua perusahaan tersebut atas kerja sama dengan PT PCN.

Bahkan, pihaknya juga menyebut PT PCN masih memiliki hutang sebesar Rp 106 miliar dan saat ini sedang dalam proses perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. (tim)