Pencarian

Makna Mendalam Hari Suci Waisak Bagi Umat Buddha


Hari Suci Waisak memiliki makna mendalam bagi umat Buddha. Foto - Reuters

MEDIAKITA.CO.ID – Tepat hari ini 16 Mei 2022 menjadi momentum bersejarah bagi pemeluk umat Buddha di seluruh belahan dunia, tak terkecuali Tanah Air. Mereka tengah bersukacita merayakan salah satu hari besar, yakni Hari Suci Waisak.

Berdasarkan penelusuran singkat yang dirangkum dari berbagai sumber, Waisak sudah berlangsung sejak sebelum abad ke-19 dan dilaksanakan tertutup di vihara. Lalu, pada akhir abad ke-19 perayaan Waisak mulai bergeser karena ada pengaruh gerakan modernisasi yang berawal dari negara Sri Lanka, kemudian masuk ke Asia Timur dan Tenggara.

Umat Buddha Sri Lanka meminta agar Hari Suci Waisak diakui secara resmi seperti hari-hari besar keagamaan lain. Keputusan merayakan Tri Suci diresmikan dalam Konferensi Persaudaraan Buddhis Sedunia atau World Fellowship of Buddhists (WFB) pertama di Sri Lanka pada 1950.

Kemudian setelahnya perayaan Waisak dilakukan pada purnama pertama bulan Mei berdasarkan penanggalan India kuno.

Sementara itu di Indonesia, Hari Raya Waisak juga mengikuti hasil berdasarkan keputusan resmi WFB. Mengutip dari laman Kemdikbud, umat Buddha di Indonesia menggelar tradisi Waisak yang berpusat di Candi Mendut dan Candi Borobudur sejak 1929.

Perayaan tersebut digagas oleh Himpunan Teosofi Hindia Belanda karena saat itu anggota mereka terdiri dari campuran Eropa serta Jawa Ningrat.

Sebelumnya Candi Borobudur pernah cukup lama tidak difungsikan sebagai pusat kegiatan keagamaan pasca dibangun pada abad ke-8 dan 9 Masehi.


Terdapat sejumlah ritual pokok yang harus dijalani umat Buddha dalam merayakan Hari Suci Waisak. Foto - Reuters

Setelah diizinkan, perayaan Waisak di Candi Borobudur bermaksud untuk menghidupkan kembali nilai spiritual terdahulu sekaligus jadi bukti toleransi dalam kehidupan beragama.

Perayaan Waisak di Indonesia umumnya diselenggarakan di kompleks Candi Borobudur. Meski begitu ada juga yang beribadah di berbagai vihara tempat mereka tinggal. Dalam pelaksanaannya terdapat serangkaian ritual pokok yang dilakoni umat Buddha, mulai dari pengambilan air berkat di kawasan mata air Jumprit, Temanggung, Jawa Tengah.

Setelah itu, menyalakan obor yang menggunakan sumber api abadi di Mrapen, Grobogan, Jawa Tengah. Kemudian melaksanakan ritual Pindapatta dengan memberi dana makanan kepada para biksu untuk melakukan kebajikan.

Berikutnya, Samadhi pada detik-detik puncak bulan purnama. Penentuan bulan purnama ini berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari.

Hari Suci Waisak tak hanya sekadar perayaan, bagi umat Buddha setidaknya ada tiga makna dibalik hari besar mereka itu, berikut rangkumannya:

1. Kelahiran Pangeran Siddharta

Pangeran Siddharta adalah seorang putra dari pasangan Sudodhana dan Ratu Mahamaya yang lahir di Taman Lumbini pada tahun 623 sebelum Masehi.

Kelahiran Pangeran Siddharta ini untuk menjadi seorang Bodhisattva atau calon Buddha yang akan mencapai kebahagiaan tertinggi.

2. Siddharta Mencapai Penerangan Agung

Pada usia 29 tahun, Pangeran Siddharta meninggalkan istana untuk mencari kebebasan dari umur tua, sakit, dan mati, pada saat Purnama Sidhi bulan Waisak 588 sebelum Masehi.

Di bulan tersebut Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung sehingga mendapat gelar sebagai Buddha.

3. Pencapaian Parinibbana

Ketika menginjak usia 80 tahun, Sang Buddha wafat dan mencapai parinibbana di Kusinara pada 543 sebelum Masehi. Para pengikutnya melakukan sujud sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada Sang Buddha. (tim)