Pencarian

Merawat Kewarasan dengan Memantau Adu Jari Netizen di Kolom Komentar

Ilustrasi jempol 'like'. Foto - Pixabay

By : Salim

MEDIAKITA.CO.ID - Merawat kewarasan. Itulah kata koentji yang ingin disampaikan oleh tulisan abal-

abal ini. Menurut saya yang, ehem, tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang memiliki pikiran progresif dan brilian, ada beragam cara untuk merawat kewarasan kita, mungkin jumlahnya sebanyak episode serial anime milik Paman Eiichiro Oda itu. Dan dari sekian cara tersebut, salah satunya adalah memantau 'adu jari' (baca: like jempol) netizen di kolom komentar media sosial.

Sodara-sodara sekalian tetap tenang dan santuy saja membaca pendapat saya 

tersebut, tak perlulah mengerutkan dahi atau membenturkan kepala atau memutuskan golput pada Pilkada mendatang. Toeh, pada paragraf berikutnya akan saya pertanggungjawabkan pendapat itu, yah, meskipun secara ugal-ugalan sih alias non-akademik dan nir teori-teori ilmiah.

Begini. Sebagai lelaki yang hidupnya biasa-biasa aja dan alur hidupnya tidak serumit jalan cerita Sherlock Holmes, saya memiliki banyak waktu luang, tapi tidak dengan uang. Bhaaaaaa. 

Nah, adapun aktivitas yang agak berfaedah untuk mengisi waktu luang tersebut adalah dengan membaca. Bukan membaca tumpukan buku di rak berdebu, bukan. Melainkan membaca gelut online netizen di kolom komentar sosial media. Hmm, benar-benar berfaedah, iya kan?

"Apa sih yang sebenarnya ingin sampean dapatkan dari aktivitas semacam itu Buang-buang waktu saja.”

Tenang Sodara-sodara, sebentar lagi akan saya jelaskan kok apa yang saya peroleh selama melakoni aktivitas tersebut. Jadi tetap santuy yaa dan jangan lupa seruput kopinya dulu. Hhmm, nikmaaat!

Setelah merenung beberapa menit di tempat sakral, yakni di toilet dengan penuh khusyuk, khidmat, serta berimajinasi bahwa Mbak Jisoo Blackpink menjadi tetangga, saya mendapatkan pencerahan, bahwa aktivitas memantau 'baku hantam' di kolom komentar sosial dapat dijadikan sebagai medium untuk merawat kewarasan loe.

"Hah, yang benar saja, jangan ngaco dong sampean. Duh, gak ingat dosa dan mati, ya?”

Aduh, duh, duh. Penjelasan saya belum selesai, mohon jangan dipotong dulu. Please.

Oke, kita lanjutkan yaa, saya akan berbagi hasil perenungan saya tersebut, hingga menghasilkan kesimpulan: merawat kewarasan. Iya, merawat kewarasan. Bukan merawat kenangan bersama mantan yang kini telah berhagia bersama suaminya. Hikssss.

Perlu diketahui sebelumnya, dalam esai setengah matang ini, saya tidak akan 

membicarakan karakter-karakter netizen budiman atau cara membangun maupun mematahkan argumen lawan adu jempol, sebab saya tidak ahli dalam perkara demikian.

Baiklah, dengan kebaikan hati, saya akan mengungkapkan hasil perenungan saya. Sudah siap Sodara-sodara? Gasssss.

Pertama, melatih jemari kita agar tidak sat-set-sut sebelum mengelola informasi secara maksimal terlebih dahulu. Hal ini penting, bahkan sangat relevan, ketika kita terapkan dalam kehidupan non-maya. Misalnya, ketika kita ingin mengambil sebuah keputusan, maka kita tidak mengandalkan emosi sesaat. Ada jeda, mengakumulasikan pengalaman serta pengetahuan, tidak tergesa-gesa, sehingga matang dalam mengambil keputusan. Sehingga ke depannya tidak terjadi hal-hal yang tak direncanakan. Hayooo sudah seperti motivator kondang kan saya? Bhaaaa.

Lha, kalaunya harapan tidak sesuai kenyataan bagaimana? Halah, anggap saja itu merupakan bagian dari proses menuju kedewasaan.

Kedua, mempertajam pikiran. Iya, tanpa kita sadari aktivitas yang secara kasat mata nirfaedah itu dapat membantu kita mempertajam pikiran. Mempertajam pikiran, waini kata kuncinya. Misalnya kita membaca komentar warganet yang tidak sesuai dengan khazanah pengetahuan kita, maka dapat dipantik pertanyaan di dalam kepala. Seperti, latar belakang orang ini apa sih Akun-akun yang diikutinya apa saja? Tokoh idolanya siapa? Kehidupan sosial dan pergaulannya bagaimana? Dan seabrek pertanyaan lainnya.

Dalam hal ini, meskipun secara sederhana, yah sebenarnya kita telah belajar mempertajam pikiran dan tidak serta-merta menghakimi komentar atau pendapat orang lain dengan ugal-ugalan. Siapa tau, dengan melemparkan beragam pertanyaan tersebut, kita bisa menjadi filsuf atau ahli pikir.

Ketiga, mengasah imajinasi. Sebenarnya banyak jalan atau cara untuk mengasah imajinasi agar semakin megah, seperti membaca sastra, komik, film hentai, ups 

kecoplosan, maksudnya film animasi, atau menyaksikan gelut online netizen ini.

Begini, kadang saya berimajinasi terhadap komentar-komentar netizen yang galaknya minta ampun atau sedang marah-marah. Di kepala saya, mereka itu ngetiknya sambil tertawa-tawa, ngemil gorengan, atau sedang beristirahat di bawah pohon yang rindang usai bersepeda. Atau imajinasi agak ekstrem yang nongol di kepala saya, misalnya mereka membacot tentang kebijakan pemerintah, organisasi, instansi atau individu tertentu, dan di saat bersamaan mereka saling berbalas chat ha-hi-hu dengan orang-orang yang terkait.

Bagaimana Sodara-sodara? Dari hasil perenungan saya di atas, meskipun agak dipaksakan, kesimpulannya dapat dipetik, yakni menjaga kewarasan kita. Dan, adapun hasil perenungan saya terakhir adalah, hmm, mungkin sebagai jalan ninja saya untuk memperoleh inspirasi dan menghasilkan esai belum matang ini. 

Bhaaaaaaa. (slm)