
Siswa dari SMPN 4 Banjarbaru memainkan musik panting di bawah gerimis. Foto - Tim
MEDIAKITA.CO.ID - Menjelang senja di pertengahan Oktober, meski gerimis tak kunjung padam, Parade Senja yang digelar Disporabudpar Banjarbaru tetap berlangsung khidmat.
Parade Senja, tempat bertemunya beragam kesenian maupun budaya, baik tradisional maupun kontemporer yang digelar tiap tanggal 17 di Lapangan Dr Murdjani menjadi simbolis bahwa Kota Banjarbaru adalah kota heterogen dan majemuk.
***
Suara Marching Band yang semarak membelah gerimis, mulai dari halaman Disporabudpar Banjarbaru menuju Lapangan Dr Murdjani. Sementara para penampil lainnya, seperti penari Jaranan atau Kuda Lumping, pemain Musik Panting, pasukan Paskibraka, dan tim Karate Tradisional saling beriringan. Sama-sama membelah gerimis menuju tempat perhelatan Parade Senja.
Dari tepi jalan terlihat, seorang lelaki tua yang mengenakan jas hujan, asyik menyaksikan para penampil menuju Lapangan Murdjani. Matanya tampak awas mengamati gerak salah seorang penampil yang mengenakan baju berwarna kuning, dan menggunakan laung berwarna hijau.
Bola matanya terus mengamati pergerakan anak itu, meski gerimis deras mengguyur. Namun, sudut matanya memancarkan gairah dan semangat. Semangat dari seorang ayah yang menyaksikan anaknya berkreasi.

Jumadi. Foto - Salim
Guratan senyum dan sinar matanya menjadi kolaborasi yang hangat di bawah dinginnya gerimis di awal senja. Adalah Pak Jumadi, lelaki berusia 57 tahun ini rupanya tengah asyik menyaksikan sang anak tercinta yang sedang mengikuti parade senja.
Ketika ditanya, sedang apa ia di tepi jalan, berdiri dengan antusias, meski jas hujan yang digunakannya tidak sempurna melindungi dirinya dari basah? Dengan tersenyum, ia menjawab, "Sedang menyaksikan anak ulun (saya) ikut parade senja," katanya dengan nada suaranya yang menggambarkan rasa kagum dan takjub.
Sembari mengiringi para penampil menuju Lapangan Dr Murdjani, ia bercerita bahwa orang tua sudah semestinya memberikan dukungan dan perhatian kepada hobi anak.
"Selama hobi anak itu bernilai positif, harus didukung, diberikan apresiasi, maupun diberikan ruang kepadanya untuk berkreasi dan bereksplorasi," ungkapnya.
Terkait hobi anak, orang tua sudah semestinya membantu anak untuk mengasah rasa percaya dirinya, atau mendampinginya ketika melakukan hobi atau kegiatan. Dengan didampingi rasa percaya dalam diri, anak akan berkembang, merasa nyaman, dan ia merasa mendapat perlindungan dari orang tua.

Foto - Salim
Pria paruh baya dari Sukamaju, Landasan Ulin Utara ini juga menceritakan, bahwa darah seni telah mengalir secara turun temurun di keluarganya. Ia mengakui, meskipun bukan berasal dari Kalimantan Selatan, tetapi ketika menyaksikan anaknya memainkan Musik Panting yang berasal dari Kalimantan Selatan, ada rasa bangga, juga cinta kepada budaya tersebut.
Mendengar perkataan dari Pak Jumadi ini, seketika saya teringat pada perkataan Wakil Wali Kota Banjarbaru Wartono beberapa waktu lalu, bahwa parade senja diharapkan dapat meningkatkan jiwa patriotisme, semangat cinta tanah air maupun budaya.
Terhadap anaknya yang bernama Syaiful Rijal (14) yang kini bersekolah di SMP Negeri 4 Banjarbaru, ia selalu berupaya untuk menemukan potensi, kemudian membantunya semaksimal mungkin untuk mengembangkannya. Bentuk nyatanya, bukan hanya mendukung ia berkegiatan seni budaya saja, tetapi juga dalam hal bidang keagamaan.
"Selain ikut kegiatan Musik Panting, ia juga ikut grup habsyi," kata Pak Jumadi ketika kami berteduh di bawah pohon.
Cerita yang terlontar dari mulut Pak Jumadi terhenti ketika anaknya tampil di hadapan para penonton. Matanya terlihat khidmat menyaksikan anaknya, telinganya khusyuk mendengarkan Musik Panting yang dimainkan.
Lagu Ampar-Ampar Pisang dan Kota Baru mengalun, ditingkahi berbagai macam alat musik, seperti Panting, Babon, Bas, Tamborin, menjadikan atmosfer semakin meriah. Pak Jumadi terlihat semakin ceria, bola matanya memancarkan keceriaan, semangat, maupun dukungan terhadap anaknya.
Ketika penampilan Musik Panting berakhir, dan para penampil menuju sisi Lapangan Dr Murdjani, penulis mengikuti mereka. Setelah sampai di bawah pohon, menghindari dari gerimis, penulis menjumpai Syaiful Rijal, anak Pak Jumadi. Siswa yang berusia 14 tahun ini mengaku bangga tampil di hadapan penonton.
Matanya semakin berbinar, ketika diberitahu bahwa bapaknya ikut menyaksikan penampilannya bersama kawan-kawannya. Ada rasa bangga dari nada suara. "Ulun sayang Abah (Bapak)," pungkasnya.
Betapa indahnya rasa cinta di antara mereka berdua. (slm)