Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak KPK lakukan tindakan konkret terkait kegagalan penggeledahan barang bukti kasus suap pajak. Foto - antikorupsi.org
MEDIAKITA.CO.ID – Indonesia Corruption Watch (ICW) buka suara perihal kegagalan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mendapatkan barang bukti, saat melakukan penggeledahan terkait perkara dugaan korupsi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di dua lokasi di Kalimantan Selatan.
Menurut organisasi independen yang digawangi beberapa aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YBLHI) itu, gagalnya KPK dalam mengamankan barbuk bukan merupakan yang pertama kali terjadi.
"Kejadian ini bukan yang kali pertama terjadi. Hal serupa sempat terjadi ketika pengusutan perkara suap pengadaan paket sembako di Kementerian Sosial (Kemensos),” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, seperti dilansir dari laman antikorupsi.org, pada Selasa (13/4/21).
ICW menuding kegagalan yang terjadi dikarenakan adanya pegawai internal KPK yang diduga membocorkan informasi perihal rencana penggeledahan.
Oleh karena itu, kata Kurnia, pihaknya mendesak KPK untuk melakukan tindakan konkret mulai dari pengusutan dugaan pelanggaran kode etik oleh Dewan Pengawas (Dewas) serta penyelidikan terkait tindakan obstruction of justice.
“Sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor, baik yang dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal KPK," terangnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana. Foto - Instagram @kurniaramadhana
Kurnia menyebutkan kegagalan penggeledahan ini juga merupakan dampak buruk pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Revisi UU KPK tersebut dinilai mengakibatkan langkah pengusutan menjadi lambat. Lantaran, prosedur tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik harus lebih dahulu mendapat persetujuan dari Dewan Pengawas KPK.
Pria yang identik dengan kacamata ber-frame warna hitam itu mencontohkan, ketika barang bukti telah dipindahkan dari satu gedung ke gedung lainnya, maka penyidik tidak bisa langsung melakukan penggeledahan di tempat yang bersangkutan, karena harus melalui administrasi izin ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
“Berbeda dengan apa yang diatur dalam Pasal 34 KUHAP, regulasi itu menyebutkan bahwa dalam keadaan mendesak penyidik dapat melakukan penggeledahan, setelahnya baru melaporkan ke Ketua Pengadilan Negeri," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, KPK tidak menemukan barang bukti saat melakukan penggeledahan di dua tempat berbeda, yakni kantor PT Jhonlin Baratama dan sebuah lokasi di Kecamatan Hambalang, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
KPK menduga ada pihak-pihak tertentu yang mencoba menghilangkan barang bukti maupun dokumen penting lainnya dengan membawa kabur menggunakan sebuah truk. (tim)