Pencarian

Sejarah Dibalik Bangunan Museum Wasaka Banjarmasin


Bangunan Museum Wasaka tampak dari belakang. Foto - Hans

MEDIAKITA.CO.ID – Museum Wasaka mungkin tak lagi asing di telinga warga Banjarmasin. Terlebih lagi, cagar budaya itu berada tepat di tepi Sungai Martapura dan hanya berjarak beberapa meter saja dari Jembatan Banua Anyar.

Dengan arsitektur khas Banjar berupa rumah bubungan tinggi, tentu mudah saja menemukan museum perjuangan rakyat Kalimantan Selatan ini. Untuk sampai ke lokasi, pengunjung hanya perlu menempuh waktu perjalanan kurang lebih 14 menit dari wisata Siring Piere Tendean.

Dibalik bangunan yang masih mempertahankan marwah Suku Adat Banjar itu, rupanya terselip secuil kisah menarik asal-usul Museum Wasaka sebelum difungsikan sebagai kawasan wisata bersejarah.

Dari catatan histori, bangunan Museum Wasaka ternyata sudah berdiri selama hampir dua abad lebih, tepatnya 1810 silam. Pada awalnya, bangunan tersebut merupakan tempat tinggal yang empunya ialah seorang saudagar berlian, Datu Jalal.

Berkat kemampuan finansial, Datu Jalal memutuskan untuk mendirikan rumah di Banjarmasin. Dalam proses pengerjaannya sendiri, dia dibantu langsung oleh pekerja muslim asal Singapura atau kerap dikenal dengan julukan Negeri Singa.

Bersama sang istri, Hj. Kamsiah serta keluarga besarnya, Datu Jalal menetap di sana sampai periode cucunya. Namun, setelah Datu Jalal tutup usia, rumah tersebut tak lagi ditempati oleh keturunan selanjutnya.

Hingga akhirnya pada 1988 silam, berkat usulan dari Panglima Kodam VI Tanjungpura medio 1998 hingga 1991, ZA Maulani, rumah itu dibeli pemerintah dari tangan ahli waris.

Pun, usai dibeli bangunan tadi tak serta merta langsung dijadikan sebagai wadah untuk menampung koleksi benda bersejarah. Namun, kala itu masih hanya dimanfaatkan untuk rumah budaya yang memberikan informasi tentang kehidupan suku Banjar.


Museum Wasaka tampak dari depan. Foto - Hans

Barulah, pada periode pemerintahan Gubernur Kalimantan Selatan, Ir. H. M. Said tercetus ide untuk mendirikan Museum Perjuangan. Awalnya, pembangunan direncanakan dengan konsep bangunan mengapung di sebuah danau yang terinspirasi oleh Lanting Kottamara.

Lanting Kottamara itu sendiri merupakan sebuah benteng apung yang menjadi teknologi rakyat pribumi saat terlibat pertempuran Perang Banjar melawan penjajahan.

Belum sempat terealisasikan, Gubernur Said kemudian teringat aset Rumah Banjar Bubungan peninggalan Datu Jalal yang sudah ditebusnya. Untuk itu, ia segera menginstruksikan jajarannya agar menjadikan bangunan tersebut sebagai museum.

Akhirnya, pada 10 November 1991 atau tepat pada momen peringatan Hari Pahlawan, Gubernur Said meresmikan Museum Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan Waja Sampai Kaputing atau yang kini lebih lumrah disebut Museum Wasaka.

Catatan sejarah, berupa prasasti persemian yang mencantumkan tanda tangan Gubernur Said pun hingga kini masih terpampang di bagian dinding depan Museum Wasaka.

Diketahui, Museum Wasaka ini dibangun di atas lahan seluas 2.175 meter persegi (m2), dengan luas bangunan mencapai 214 m2.

“Rumah ini tergolong spesial karena bertipe bubungan tinggi khas Rumah Banjar,” ucap Pemandu Museum Wasaka, Rahmat Ramadhan saat dihubungi Jurnalis Mediakita.co.id melalui sambungan seluler, Sabtu (27/11/21).

Menurut Rahmat, rumah dengan konstruksi seperti itu dulunya hanya dimiliki atau menjadi tempat hunian bagi para bangsawan atau saudagar tersohor.

“Di masa lalu, rumah tipe ini hanya untuk para bangsawan,” ujarnya.

Sejauh ini, tercatat ada ribuan benda peninggalan yang sarat akan sejarah tersimpan dan dipampang di Museum Wasaka. Benda-benda tersebut merupakan ‘saksi bisu’ perjuangan rakyat Kalimantan Selatan saat bertempur menghadapi para penjajah.

Saat berkunjung ke sana, wisatawan bakal disuguhkan sederet koleksi, mulai senjata, pakaian perang, dokumen, alat kerja kantor, mesin bor hingga benda mistis yang masih terawat secara apik.

Untuk memberikan kenyamanan kepada para pengunjung, Museum Wasaka juga telah beberapa kali mendapat sentuhan melalui revitalisasi dan pemeliharaan rutin. Bahkan, kini pengunjung juga tak perlu khawatir kegerahan, karena di dalam museum telah dilengkapi pendingin ruangan atau AC.

Bagi masyarakat yang hendak menikmati berbagai peninggalan khas Suku Banjar, dapat langsung berkunjung ke Museum Wasaka yang berlokasi di Gang H. Andir, Kampung Kenanga Ulu, Kelurahan Sungai Jingah, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Untuk masuk ke sini, pengunjung tak dipatok tarif sepeser pun alias gratis. Wisatawan hanya perlu menyiapkan uang sebesar Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu untuk biaya parkir kendaraan.

Namun sayangnya, sampai penghujung November 2021, Museum Wasaka masih belum dibuka untuk masyarakat umum. Penutupan sendiri sudah berlangsung sejak awal pandemi Covid-19 mendera berbagai belahan dunia pada Maret 2020 lalu.

Meski begitu, para pengelola Museum Wasaka memberikan layanan lain untuk mengobati rasa rindu masyarakat dengan menghadirkan inovasi wisata virtual yang sudah sukses dihelat selama beberapa kali.

Agar tak ketinggalan informasi terkait jadwal wisata virtual maupun rencana pembukaan kembali, masyarakat bisa memantau langsung melalaui laman website www.museumwasaka.id. Bisa juga mengikuti instagram @museum_wasaka atau mengunduh aplikasi Wasaka Museum melalui ponsel genggam. (hns)