Ilustrasi mahasiswa menunggu Dospem. Foto - pexels.com
Penulis : Salim Ma'ruf
MEDIAKITA.CO.ID, Pojok Opini - Beberapa waktu lalu sebelum mengunci gelar sarjana, saya begitu disibukkan dengan pelbagai aktivitas kampus. Selain dikejar _deadline_ setengah mampus, juga merapikan administrasi akademik yang terbengkalai sebab sengaja saya abaikan. Kalau tidak dilakoni, yaa DO (Drop Out) bakal bertindak. Maklum, sudah berada di faset mahasiswa bangkotan.
Adapun salah satu aktifitas _cum_ urusan yang berpotensi membikin frustasi atau kebosanan meraja adalah menunggu dosen pembimbing skripsi. Saya mengamini dan merasakan sendiri rasa bosan ketika menunggu 'Dospem' sebagaimana diceritakan oleh para alumni, yang telah lebih dulu mengkhatamkan kehidupan kampus.
Saat rasa bosan dan jenuh bertandang, seketika semangat yang menggebu-gebu ‘tuk bimbingan skripsi perlahan-lahan mulai lesu. Redup. Padam.
Setelah saya merenung sepersekian detik sambil mengingat kenangan bersama dia (hiksssss), inspirasi atau ilham atau wangsit atau apalah namanya tiba-tiba hadir. 'Bisikan Gaib' itu memaparkan beberapa tips 'tuk mengatasi kebosanan. Agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang pelit, dengan senang hati saya akan membagikan tips-tipsnya.
1. Mengenang kembali riwayat perjalanan kuliah
Yap, tidak selamanya mengingat kenangan identik dengan air mata atau penderitaan, seperti mengingat pernikahan mantan. Dalam hal ini, mengenang kembali awal mula kita menginjakkan kaki di dunia kampus hingga sampai pada faset bimbingan skripsi, terkadang dapat menghadirkan berbagai macam emosi. Seperti bahagia, sedih, konyol, dan lain sebagainya. Semuanya menjadi satu, semuanya berpadu.
Terlebih lagi bagi mahasiswa bangkotan seperti saya ini yang memiliki nafas panjang di dunia kampus, pastinya memiliki banyak kenangan yang dapat dijadikan artefak, kemudian dimuseumkan dalam ruang ingatan. Misalnya, ketika menggali kembali kenangan-kenangan konyol, seketika terbitlah senyum. Dan ketika senyum telah hadir, pikiran menjadi rileks dan santai, sehingga kebosanan atau kejenuhan perlahan-lahan memudar. Itu kesimpulannya, catat sayang.
2. Mengamati ragam aktivitas kampus
Melakoni hal ini kadang dapat menghadirkan dimensi pengetahuan. Bagaimana tidak, dengan mengamati kesibukan di kampus, misalnya dengan melihat mahasiswa yang sedang mengurus berkas untuk mengikuti sidang skripsi dan di sisi lain ada orang-orang yang mau mendaftar kuliah, dapat kita petik suatu pembelajaran. Yakni, bahwa kampus adalah tempat bertemu dan berpisahnya orang-orang. Atau bisa dikatakan sebagai terminal persinggahan sementara, untuk kemudian memulai kehidupan dewasa atau dunia kerja.
Selain itu, kita juga dapat menyerap spirit dari lingkungan tersebut. Misalnya, ketika melihat dosen, kita dapat menyerap energi pengetahuan dan kebijaksanaan yang memancar dari tubuhnya, sehingga kepala dan hati kita terisi lagi dengan semangat belajar, belajar, dan belajar. Alhasil, jenuh dan kebosanan pun terbegal.
3. Mengumpulkan sampah atau membersihkan sebagian lingkungan kampus
Jangan salah, hal ini dapat dijadikan ungkapan terima kasih kita kepada kampus. Coba bayangkan, bertahun-tahun kita kuliah di kampus, berapa banyak sampah yang telah kita buang? Atau sampah kebodohan di kepala kita yang telah didaur ulang?
Ketika kita menerapkan hal ini, selain mengusir kebosanan juga dapat menjadi isyarat bahwa kampus adalah tempat kita membersihkan atau merapikan alur berpikir yang sempit. Selain itu, manfaat nyata dari ritual ini adalah meringankan tugas petugas kebersihan. Yap, petugas kebersihan menjadi senang dan hati kita menjadi riang.
4. Belajar menulis
Yap, bagian terakhir ini menjadi alasan kenapa tulisan ini hadir. Selain dapat mengusir kebosanan, menulis bisa dijadikan medium untuk mengasah argumen maupun merunutkan struktur berpikir, dan juga sebagai gelanggang untuk mengasah lisan terlebih dahulu, agar semua argumen yang kita lontarkan kepada dosen pembimbing atau penguji skripsi nantinya ciamik, canggih, dan penuh manuver-manuver tangkas sebagaimana para politikus. (slm)