
Spanduk #KawalPutusanMK Terbentang di JPO Banjarbaru. Foto - Tim
MEDIAKITA.CO.ID - Spanduk berisi tulisan #KawalPutusanMK terbentang di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) Jalan Ahmad Yani KM 34, Kota Banjarbaru, Kamis (22/8/2024).
Pemasangan spanduk dengan panjang sekitar tiga meter berlatar putih dan dibubuhi tulisan cat semprot itu, ternyata diinisiasi oleh sejumlah masyarakat dan mahasiswa yang tergabung dalam Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel.
Tak hanya itu, pantauan Mediakita.co.id, dalam aksi Kawal Putusan MK tersebut mereka juga memasang sejumlah poster yang berisi kata-kata sindiran, ‘Sudah Biasa Badut Masuk Istana’ dan ‘Selagi Kemiskinan Rakyat Masih Terus Berlanjut Maka Tidak Ada Istilah Kemerdekaan Sejati’.

Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi Walhi Kalsel, Jefri mengatakan aksi pemasangan spanduk tersebut merupakan bentuk pernyatakan sikap untuk DPR RI dan pemerintah, yang hendak menganulir putusan MK melalui Revisi Undang-Undang Pilkada tentang syarat ambang batas pencalonan kepala daerah.
Selain itu, pemasangan spanduk-spanduk itu dilakukan sebagai wujud aspirasi penolakan aroma politik dinasti yang kian terasa jelang Pilpres 2024 lalu.
“Aksi simbolik pemantik warga Kalsel khususnya, untuk membangun kesadaran masyarakat menjaga demokrasi dan konstitusi. Dan merespon pembangkangan konstitusi oleh DPR RI yang menganulir putusan MK terkait syarat calon kepala daerah,” terang Jefri.
Ia menambahkan melalui aksi ini, pihaknya mengupayakan respons terhadap penganuliran putusan MK terkait syarat calon kepala daerah.
Poin besarnya tuntutannya kata Dia, DPR RI sebagai penjaga demokrasi dan konsitusi, seharusnya dapat taat pada konstitusi di Indonesia.
"Harusnya DPR RI secara moral menaati putusan MK, bukan malah menganulir putusan MK itu yang mana dampaknya sangat tidak bagus untuk demokrasi di negara kita,” katanya.
Mereka berpendapat dengan tanpa ada putusan MK tersebut, syarat calon kepala daerah akan berpotensi melanggengkan politik dinasti yang diketahui sudah berjalan.
Bahkan, rencana Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk melakukan manuver dengan merevisi RUU Pilkada yang bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 ini menurutnya harus dibatalkan, bukan malah ditunda.
“Terus mengawal kasus ini agar yang dianulirkannya DPR RI ini tidak terjadi bahkan sidang yang hanya ditunda ini harusnya dibatalkan,” katanya.
Berdasarkan Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa parpol atau gabungan parpol dapat mengajukan calon kepala daerah meskipun tidak memiliki kursi di DPRD.
Sedangkan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menetapkan syarat usia calon gubernur dan calon wakil gubernur harus berumur minimal 30 tahun pada saat penetapan calon.
Namun pada Rabu (29/5/2024), Baleg DPR RI dalam rapat kilat kurang dari tujuh jam yang dipimpin Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi, menyepakati bahwa RUU Pilkada mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024.
Dalam putusan MA itu disebutkan calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun saat pelantikan.
Baleg juga menyepakati poin yang menganulir Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu.
Baleg mengakalinya dengan membuat pelonggaran threshold itu hanya berlaku buat parpol yang tak punya kursi DPRD. Threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.
Rencananya, RUU ini akan disahkan dalam rapat paripurna yang dijadwalkan hari ini. Namun ditunda ke agenda paripurna berikutnya. (Ptr)