Ilustrasi seorang siswi membaca buku pelajaran. Foto - Istimewa
MEDIAKITA.CO.ID – Seluruh sekolah tingkat dasar hingga menengah pertama, baik negeri maupun swasta di Kota Banjarbaru resmi dilarang untuk melanjutkan praktik jual beli buku pendamping berupa buku Lembar Kerja Siswa (LKS), buku pengayaan, maupun modul pembelajaran kepada orang tua siswa.
Keputusan itu termuat dalam surat edaran dengan Nomor: 421.3/0698/PSP/Disdik tentang Larangan Pengadaan Buku Pendamping yang dilayangkan kepada seluruh Kepala SD dan SMP tertanggal 19 Mei 2021.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Banjarbaru, Muhammad Aswan mengungkapkan sebelumnya buku pendamping LKS Idaman (Inspirasi Dalam Proses Belajar Mandiri) itu disusun oleh persatuan kepala sekolah, kemudian dicetak melalui pihak ketiga untuk kembali diperjualbelikan kepada siswa oleh masing-masing sekolah.
“Ada keluhan dan keberatan dari orang tua murid. Arahan dari Wali Kota kita hentikan, evaluasi dulu,” beber Aswan kepada Jurnalis Mediakita.co.id, Jum’at (21/5/21) pagi.
Setelah buku LKS Idaman dihentikan, Disdik Banjarbaru berjanji akan menggantinya dengan buku baru yang isi bahan pembelajaran masih sama seperti sebelumnya. Buku yang bersifat pengayaan tersebut akan merangkum dari buku wajib maupun tematik yang selama ini sudah berjalan.
“Penggantinya yang dicetakkan oleh Pemerintah Daerah, rencananya seperti itu,” ucapnya.
Sementara Wali Kota Banjarbaru, Aditya Mufti Ariffin menyatakan sebagai daerah yang berjuluk Kota Pendidikan, sudah selayaknya memberikan kesempatan kepada seluruh masyarakat untuk mengenyam bangku sekolah (pendidikan) tanpa harus terbebani masalah biaya.
“Pendidikan yang murah tapi berkualitas. Pendidikan yang mudah diakses bagi masyarakat, dan jangan sampai masyarakat merasa terbebani dengan adanya LKS atau pengayaan tersebut,” terangnya saat ditemui Mediakita.co.id.
Aditya secara tegas melarang seluruh sekolah untuk mengadakan praktik jual beli buku yang dalam penerbitannya bekerja sama dengan pihak ketiga.
Contoh buku pendamping atau LKS Idaman yang diperjualbelikan sekolah-sekolah di Banjarbaru. Foto - Dok Mediakita.co.id
Pelarangan itu juga telah diusulkan kepada Diknas (Pendidikan Nasional). Sebagai gantinya, Pemkot Banjarbaru akan menyiapkan buku yang sama dengan menyerap dana Anggaran Pendapatan Belanja dan Daerah (APBD) tahun mendatang.
“Kita akan menganggarkan melalui APBD buku-buku tersebut. Sehingga bisa digratiskan kepada siswa-siswi kita di Kota Banjarbaru,” jelas Aditya.
Lebih jauh kata Aditya, pelarangan itu dasari banyaknya keluhan terkait praktik jual beli buku yang memang sudah sering sampai ke telinganya. Bahkan, sebelum Dia resmi menjabat sebagai Wali Kota Banjarbaru periode 2021 – 2024.
Dia pun berharap, larangan yang dilakukan Pemkot Banjarbaru sedikit banyaknya akan mengurangi beban orang tua murid, serta menjadi dorongan semangat bagi seluruh pelajar agar terus menorehkan prestasi dan mengharumkan nama Kota Idaman.
“Bukan hal yang wajib LKS itu, makanya kita larang. Semoga dengan pelarangan tersebut akan mengurangi beban orang tua ataupun wali murid,” tuntas Wali Kota Banjarbaru.
Dalam surat edaran yang diterima Mediakita.co.id, mengacu Undang-undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan disebutkan bahwa buku pelajaran yang digunakan di sekolah terdiri dari buku teks utama (wajib), buku teks pendamping, buku non teks pelajaran serta buku muatan lokal yang disesuaikan berdasarkan urgensi dan prioritas.
Secara rinci dijelaskan, buku teks utama disediakan masing-masing sekolah bersangkutan menggunakan dana BOS Reguler, sedangkan buku non teks pelajaran atau buku muatan lokal dapat disediakan memakai sumber dana yang sama. Dengan catatan, buku teks utama harus lebih dulu terpenuhi.
Berikutnya dalam surat yang ditandatangani oleh Kadisdik Banjarbaru itu menyebutkan adanya beragam kritik dan keluhan dari masyarakat, baik yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun keberatan yang dilayangkan para orang tua siswa/wali murid di Kota Banjarbaru, meliputi :
- Siswa setiap semester harus membeli satu set buku LKS Idaman;
- Buku pengayaan Idaman tidak dapat digunakan oleh adik-adiknya di tahun berikutnya;
- Buku pengayaan Idaman hanya digunakan di Banjarbaru;
- Keluarga yang tidak mampu sangat keberatan membeli buku pengayaan;
- Harga buku yang dirasakan terlalu mahal. (hns/tim)