Pencarian

Komisi I Soroti Kondisi SDN 2 Landasan Ulin Utara, Sengketa Lahan Masih Belum Selesai

Komisi I DPRD Kota Banjarbaru melakukan peninjauan langsung ke SDN 2 Landasan Ulin Utara (Laura), Kamis (31/7/2025). Foto - Istimewa

MEDIAKITA.CO.ID - Menanggapi laporan warga soal kondisi belajar mengajar yang memprihatinkan, Komisi I DPRD Kota Banjarbaru melakukan peninjauan langsung ke SDN 2 Landasan Ulin Utara (Laura), Kamis (31/7/2025).

Dalam kunjungan tersebut, terungkap fakta mengejutkan: puluhan siswa kelas 3 dari rombongan belajar A hingga D terpaksa mengikuti proses belajar mengajar di aula terbuka tanpa sekat, meja, maupun kursi. Kondisi ini dinilai jauh dari standar pelayanan pendidikan yang layak.

Sebagai solusi darurat, pihak sekolah menerima bantuan peralatan belajar dari sekolah terdekat agar proses belajar tetap bisa berlangsung. Namun Ketua Komisi I DPRD Banjarbaru, Ririk Sumari, menegaskan bahwa akar permasalahan bukan hanya persoalan fasilitas. 

Menurutnya, permasalahan ini sudah berlangsung sejak 2014 dan berawal dari konflik lahan tempat sekolah berdiri.

"Sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa ini, dan sudah ada pihak yang dimenangkan. Tapi persoalan tumpang tindih lahan masih berlarut-larut," jelasnya.

Ririk mengungkapkan, bahwa lahan sekolah semula merupakan hasil hibah, namun terjadi kekeliruan dalam penempatan lokasi. Untuk menyelesaikan persoalan ini, Komisi I berencana membentuk tim kecil yang melibatkan Dinas Pendidikan, camat, dan lurah setempat.



"Tim ini nantinya akan berkoordinasi dengan pemilik lahan, H. Riza, untuk mencari solusi terbaik. Sekolah ini sudah berdiri dan menampung siswa, jadi kita harus bijak dalam mengambil langkah," katanya.

Komisi I menargetkan, pertemuan dengan H. Riza dapat dilaksanakan dalam satu minggu ke depan. Jika tercapai kesepakatan, DPRD Banjarbaru akan mengusulkan penganggaran pembenahan sekolah pada tahun anggaran 2026.

Selain persoalan sengketa, tingginya minat masyarakat untuk menyekolahkan anak di SDN 2 Laura turut memperparah situasi. Jumlah rombongan belajar tidak sebanding dengan jumlah siswa, sehingga terjadi penumpukan di ruang terbuka.

"Kalau melihat kondisinya sekarang, ini belum bisa disebut sekolah. Anak-anak hanya dikumpulkan di satu ruangan tanpa fasilitas yang memadai," tutur Ririk.

Sebagai alternatif sementara, Komisi I mengusulkan sistem belajar bergiliran atau shift agar seluruh siswa tetap bisa mendapatkan hak pendidikan secara layak. Namun, usulan ini mendapat penolakan dari sejumlah orang tua yang tetap menginginkan anak-anak mereka belajar di pagi hari.

Ririk berharap, para orang tua dapat memahami dan menerima skema belajar bergiliran demi kelangsungan pendidikan anak-anak mereka.

"Harapannya, pihak sekolah dan komite bisa menyampaikan ini dengan baik kepada orang tua. Agar siswa bisa tetap menerima pelajaran secara maksimal, dengan pembagian kelas pagi dan siang," pungkasnya. (rdn)