Pencarian

Tertua Kedua di Banjarmasin, Berikut Sejarah Singkat Masjid Jami Sungai Jingah


Pada awalnya Masjid Jami berdiri sekitar 200 meter di pinggir Sungai Martapura. Namun, karena tergerus abrasi, warga setempat sepakat untuk memindahkan ke lokasi sekarang ini. Foto - Hans

MEDIAKITA.CO.ID – Masjid Jami Banjarmasin merupakan salah satu masjid bersejarah yang ada di Kalimantan Selatan. Dengan usia sekitar 245 tahun menjadikannya masjid tertua kedua di Kota Seribu Sungai, atau terpaut  separuh lebih muda dibandingkan dengan Masjid Sultan Suriansyah di Kuin Utara yang kini diperkirakan mencapai 472 tahun.

Menurut sejarah, Masjid Jami didirikan pada Hari Sabtu tanggal 17 Syawal 1195 Hijriah atau bertepatan pada 1777 masehi. Pembangunan Masjid Jami dilakukan pada masa pemerintahan Pangeran Tamjidillah.

Meski lokasinya termasuk di lingkungan Kelurahan Antasan Kecil Timur, masjid yang pada bagian luarnya didominasi warna hijau dan cokelat ini lebih identik dikenal Masjid Jami Sungai Jingah.

“Catatan sejarah pembangunan Masjid Jami diabadikan dalam sebuah prasasti yang ditulis dalam huruf Arab Melayu dan kini dipasang di samping mimbar,” ujar salah satu pengurus inti Masjid Jami Sungai Jingah Banjarmasin, H Radiansyah saat dijumpai Mediakita.co.id, Sabtu (25/6/22) pagi.

Pada awalnya, Masjid Jami Banjarmasin berdiri sekitar 200 meter dari bantaran Sungai Martapura. Namun, karena tanah tempat dibangunnya masjid tersebut tergerus abrasi sungai, warga setempat sepakat memindahkan Masjid Jami ke kawasan yang lebih aman.

Sekitar tahun 1934 silam, pekerjaan pemindahan Masjid Jami dari pinggir Sungai Martapura ke lokasi sekarang pun dimulai. Pemindahan dan pembangunan masjid ini dilakukan secara swadaya oleh masyarakat sekitar, dengan dikomandoi oleh Mufti H Ahmad Kusasi.

Nama Masjid Jami sendiri sarat akan makna mendalam. Penamaan tersebut memiliki arti mengumpulkan masjid-masjid dan langgar-langgar kecil yang ada di sekitar kawasan tersebut. Tak heran, pada masa itu warga sangat antusias menyambut pembangunan Masjid Jami.

Bahkan, warga dengan senang hati bergantian hilir mudik untuk mengambil dan mengangkut pasir urukan dari Pulau Kembang. Termasuk juga, material bahan bangunan dibeli dengan dana urunan dari masyarakat.

Secara arsitektural, Masjid Jami Sungai Jingah Banjarmasin merupakan gabungan antara bangunan khas Banjar dan bangunan kolonial Belanda. Dominasi bahan dasar berupa Kayu Ulin jadi ciri khas tersendiri Masjid Jami Sungai Jingah.

“Masjid ini sudah sering direnovasi, namun hanya untuk mengganti bagian yang rusak saja tanpa mengubah bentuk utama. Dulu, patok-patok ulin di bawah masjid sudah sangat rapuh dimakan rayap, maka diganti dengan ulin berkualitas terbaik. Lantai juga sempat bergelombang, karena urukan pasir terhentak. Sekarang sudah diganti dengan lantai marmer,” sambungnya.

Kemudian pada bagian dalam bangunan utama masjid ini melambangkan makna Tauhid. Yakni, ditopang 17 tiang berbahan dasar Kayu Ulin berukuran besar yang memiliki arti 17 rakaat salat dalam sehari semalam.

Kemudian, bagian kubah atap masjid berjenjang lima yang merepresentasikan jumlah salat lima waktu yang wajib dilakukan oleh setiap muslim.

“Luas ruang induk Masjid Jami Sungai Jingah adalah 1600 meter persegi yang mampu menampung hingga lima ribu jemaah,” tuturnya H Radiansyah.

H Radiansyah menceritakan, walaupun renovasi dilakukan secara terus menerus dan menelan biaya yang luar biasa, arus kas Masjid Jami Sungai Jingah tak pernah tersendat ataupun kekurangan. Dirinya mengambil contoh saat pengerjaan pemasangan lantai baru di area depan masjid sempat menyedot anggaran hampir satu miliar rupiah. Namun, tak berselang lama, dana kembali terkumpul dengan jumlah yang cukup banyak, sehingga bisa melakukan renovasi untuk bagian lainnya.

“Begitu seterusnya, dana yang kami gunakan untuk merenovasi masjid, selalu kembali bahkan melebihi dana yang telah digunakan. Ini berkah dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan kami patut bersyukur,” paparnya.

Lebih jauh, H Radiansyah mengungkapkan sebagai salah satu pusat syiar Islam di Kota Banjarmasin, Masjid Jami Sungai Jingah Banjarmasin padat akan kegiatan keagamaan.

“Pengajian hampir tiap hari, baik subuh, siang, atau malam hari. Kemudian, pada setiap bulan Ramadan kami menyelenggarakan kegiatan takmir. Antara lain, salat tarawih berjemaah, buka puasa bersama, tadarus Al Quran, dan kegiatan ibadah lainnya,” sambungnya.

Namun, selama pandemi Covid-19, diakui H Radiansyah kegiatan di Masjid Jami Sungai Jingah sempat diperketat. Akibatnya, mesjid ini jadi sepi dan hanya boleh diakses oleh kalangan tertentu.

Kabar baiknya, sejak beberapa waktu terakhir pemerintah telah mengambil kebijakan pelonggaran, sehingga kegiatan rutin dapat disemarakkan kembali dengan catatan tetap menerapkan protokol kesehatan.

“Sehingga, kegiatan takmir Ramadan di Masjid Jami Sungai Jingah tetap semarak, namun dengan tetap menerapkan protokol kesehatan (prokes) sesuai anjuran pemerintah,” tutupnya. (hns)