
Logo halal baru yang diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama. Foto - Kemenag.go.id
MEDIAKITA.CO.ID – Logo halal baru yang diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menuai kontroversi. Pasalnya, logo itu bakal menggantikan label halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang selama ini dikenal di tanah air.
Ketentuan mengenai logo baru tersebut tertuang dalam surat Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal yang diteken Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham pada 10 Februari 2022. Surat keputusan itu merupakan turunan dari Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Lantas, seperti apa logo baru itu dan apa maknanya? Mengapa menuai kontroversi? Lalu kapan mulai berlaku?
Bentuk Logo Halal
Berbeda dari logo halal MUI, logo halal Indonesia yang diterbitkan BPJPH nampak lebih mencolok. Logo halal MUI berbentuk lingkaran dengan dominasi warna hijau, putih, dan hitam.
Pada latar berwarna hijau, tertera huruf arab berbunyi halal, yang di bawahnya tertulis alfabet latin "HALAL". Tulisan itu menggunakan warna putih. Kemudian, pada sekeliling tulisan arab maupun latin, terdapat tulisan "Majelis Ulama Indonesia" berwarna hitam di atas latar putih.
Sementara, logo halal Indonesia terbitan Kemenag berwarna ungu. Tulisan halal dituangkan dalam kaligrafi yang bentuknya menyerupai "gunungan" dalam pewayangan. Di bawah kaligrafi itu tertera tulisan latin HALAL INDONESIA.
Makna Logo Halal Buatan BPJPH
Kepala BPJPH Kementerian Agama, Aqil Irham menjelaskan, bentuk dan corak logo halal baru secara filosofi mengadaptasi nilai-nilai ke-Indonesiaan.
Logo halal Indonesia terdiri atas dua objek, yakni gunungan dan motif surjan atau lurik gunungan pada wayang kulit yang berbentuk limas, lancip ke atas. Menurutnya, bentuk gunungan melambangkan kehidupan manusia.
"Bentuk gunungan itu tersusun sedemikian rupa berupa kaligrafi huruf arab yang terdiri atas huruf Lam Alif, dan Lam dalam satu rangkaian sehingga membentuk kata halal," jelas dia.
Aqil mengatakan, bentuk logo halal baru memiliki makna bahwa semakin tinggi ilmu dan semakin tua usia, maka manusia harus semakin mengerucut atau semakin dekat ke Sang Pencipta. Dalam budaya jawa, bentuk ini disebut juga golong gilig.

Kepala BPJPH Kementerian Agama, Aqil Irham. Foto - Kemenag.go.id
Dalam istilah bahasa Jawa, filosofi itu disebut 'manunggaling jiwa, rasa, cipta, karsa, dan karya' dalam kehidupan, atau semakin dekat dengan Sang Pencipta.
Sementara, motif surjan yang biasanya terdapat dalam pakaian juga mengandung makna yang dalam. Misalnya, pada bagian leher baju surjan terdapat 3 pasang pasang kancing (6 biji kancing) yang seluruhnya menggambarkan rukun iman.
Selain itu, motif surjan/lurik yang sejajar satu sama lain juga mengandung makna sebagai pembeda/pemberi batas yang jelas.
"Hal itu sejalan dengan tujuan penyelenggaraan Jaminan Produk Halal di Indonesia untuk menghadirkan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk," kata Aqil.
Aqil mengatakan, logo halal Indonesia menggunakan ungu sebagai warna utama label dan hijau toska sebagai warna sekunder.
"Warna ungu merepresentasikan makna keimanan, kesatuan lahir batin, dan daya imajinasi. Sedangkan warna sekundernya adalah hijau toska, yang mewakili makna kebijaksanaan, stabilitas, dan ketenangan," jelas dia.
Menuai Polemik di Kalangan Publik
Begitu dirilis, logo halal Indonesia menuai respons yang beragam dari publik. Kritik datang salah satunya dari Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas. Salah satu yang ia soroti ialah tidak adanya kata "MUI" maupun "BPJPH" dalam logo baru. Logo itu juga dinilai lebih mengedepankan seni dibandingkan kata halal berbahasa arab.
"Padahal dalam pembicaraan di tahap-tahap awal saya ketahui ada tiga unsur yang ingin diperlihatkan dalam logo tersebut yaitu kata BPJPH, MUI, dan kata halal di mana kata MUI dan kata halal ditulis dalam bahasa Arab," kata Anwar.
Selain itu, menurut Anwar, logo baru saat ini terkesan hanya mengedepankan kepentingan artistik. Anwar menilai, ini membuat masyarakat tidak lagi mengetahui kata halal bertuliskan bahasa Arab.
"Banyak orang nyaris tidak lagi tahu itu adalah kata halal dalam bahasa Arab karena terlalu mengedepankan kepentingan artistik," jelasnya.
Anwar mengaku paham maksud dari Kemenag mengubah logo terbaru salah satunya untuk mengangkat budaya bangsa.
Namun, yang terjadi justru logo terbaru itu terkesan hanya mengangkat kearifan lokal salah satu budaya, yakni budaya Jawa.
"Jadi logo ini tampaknya tidak bisa menampilkan apa yang dimaksud dengan kearifan nasional, tapi malah ketarik ke dalam kearifan lokal karena yang namanya budaya bangsa itu bukan hanya budaya Jawa," tutur dia.
Logo Halal Mulai Berlaku per 1 Maret 2022
Sebagaimana surat Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022, logo baru halal Indonesia mulai berlaku 1 Maret 2022. Logo tersebut dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, dan/atau tempat tertentu pada produk.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, secara bertahap, logo halal yang diterbitkan MUI tak akan lagi berlaku. Sebagaimana ketentuan undang-undang (UU), sertifikasi halal diselenggarakan oleh pemerintah.
"Di waktu-waktu yang akan datang, secara bertahap label halal yang diterbitkan oleh MUI dinyatakan tidak berlaku lagi. Sertifikasi halal, sebagaimana ketentuan undang-undang, diselenggarakan oleh pemerintah, bukan lagi ormas (organisasi masyarakat)," kata Yaqut seperti dikutip dari akun instagram resminya, @gusyaqut. (tim)